JNGGA

Selasa, 28 Februari 2017

Istirahatlah Kata Kata: Perjuangan Seorang Widji Tukul

poster istirahatlah kata-kata


Menceritakan kisah aktivis sekaligus penyair Widji Tukul, film ini sukses membuat ribuan orang berbondong-bondong pergi ke bioskop untuk menyaksikan kisah perjalanan hidup Widji Tukul. Film ini bermula dari ditetapkannya seorang Widji Tukul sebagai buronan negara akibat puisi-puisi yang beliau buat dianggap sebagai pemberontakan. Semasa hidupnya, Widji Tukul hidup berpindah, dari Solo kemudian ke Yogyakarta, sampai Kalimantan. Beliau hidup berpindah karena selalu di kejar aparat keamanan. Ketika hidup, dia harus hidup dengan menjadi orang lain, merubah identitas sampai penampilannya. Setiap rumah yang dia tinggali, dia harus bersiaga mencari pintu lain jika aparat menghampirinya lain kali atau menyiapkan tali untuk melompat kalau kalau dia dikejar. Tekad yang kuat membuatnya menjadi pribadi yang kuat. Kerinduan dan kecintaannya pada Sipon, sang istri menjadikannya lebih kuat lagi. Sang istri pun demikian, kesetiaannya kepada sang suami menjadikannya perempuan kuat dan sabar walaupun beberapa kali rumahnya didatangi aparat dan di tanya kapan suaminya pulang. 

Film biografi pertama yang membuat saya penasaran ingin menontonnya, mengambil tema yang berani, film ini saya anggap cukup unik dengan kesuksesan yang patut diacungi jempol akibat peminatnya yang begitu banyak. Bayangkan saja, film ini awalnya direncanakan hanya tayang di satu bioskop di kota Bandung, namun akibat peminatnya yang begitu banyak, hari-hari berikutnya film ini tayang di tiga bioskop di kota Bandung. Namun sangat disayangkan, terdapat beberapa kekurangan yang membuat saya sedikti kecewa. Mengangkat biografi Widji Tukul, seharusnya film ini menceritakan "siapa itu Widji Tukul" bagaimana kisah hidupnya dari kecil, lahir dimana dan bagaimana kehidupannya sebagai penyair juga aktivis. Film ini hanya menceritakan kisah Widji Tukul saat dia menjadi buronan, dan di bagian akhirpun tidak di jelaskan bagaimana cara dia ditangkap pihak aparat sampai akhirnya beliau menghilang. Akhir dari film ini hanya diceritakan kapan sang Penulis di tangkap dan dinyatakan hilang sampai saat ini. Penggambarannya pun menurut saya sedikit kurang memuaskan jika menggambarkan setting tahun 1996 karena efek cahaya yang terlalu cerah. 

Namun, dibalik kekurangan itu semua, terdapat kelebihan yang membuat saya tidak keluar gedung sebelum film usai. Musik latar yang dihadirkan cukup membuat suasa sedih terasa nyatanya. Musik yang di ciptakan oleh Fajar Merah, anak dari Widji Tukul yang berkolaborasi dengan Cholil Mahmud, vokalis efek rumah kaca menambah kesan film ini menjadi menarik, epik serta mampu membawa suasana. Aktor yang memerankan Widji Tukul pun patut di acungi jempol karena pembawaannya yang cukup baik, tidak hanya akting, namun gesture juga cukup baik. 

Sekian review yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf apa bila ada review yang kurang berkenan dengan pembaca yang lain. Saya membuat review ini berdasarkan apa yang saya lihat dan apa yang saya rasa. Terakhir, saya cukup megapresiasi atas Film Istirahatlah Kata-Kata, semoga perfilman Indonesia semakin lebih baik lagi.

"Simple Thing Called Love" by Anna Triana

Judul          : Simple Thing Called Love Penulis       : Anna Triana Penerbit      : Elex Media Komputindo ISBN          : 978 - 602 - 0...