JNGGA

Selasa, 21 November 2017

Marlina: Si Pembunuh Dalam Empat Babak



Judul                : Marlina: Si Pembunuh Dalam Empat Babak
Sutradara         : Mouly Surya
Produser          : Rama Adi, Fauzan Zidni
Pemeran           : Marsha Timothy, Dea Panendra, Yoga Pratama, Egi Fedly
Durasi              : 90 menit
Rate                 : 4/5

Sinopsis

Suatu hari di sebuah padang sabana Sumba, Indonesia, sekawanan tujuh perampok mendatangi rumah seorang janda bernama Marlina (Marsha Timothy). Mereka mengancam nyawa, harta, juga kehormatan Marlina dihadapan suaminya yang sudah berbentuk mumi, duduk di pojok ruangan.

Keesokan harinya dalam sebuah perjalanan demi mencari keadilan dan penebusan, Marlina membawa kepala dari bos perampok, Markus (Egi Fedly), yang ia penggal tadi malam. Marlina kemudian bertemu Novi (Dea Panendra) yang menunggu kelahiran bayinya dan Franz (Yoga Pratama) yang menginginkan kepala Markus kembali. Selain itu, Markus yang tak berkepala juga berjalan menguntit Marlina.

Marlina: Si Pembunuh Dalam Empat Babak atau juga dikenal dengan judul Marlina The Murderer in Four Acts ini sukses membuat saya penasaran sejak awal dipromosikan. Alur cerita, para pemain juga soundtrack dari film ini yang membuat saya bertekad untuk tidak menunda-nunda menonton film ini. Sejak awal adegan, saya sudah dibuat terkesan oleh pemandangan sabana di daerah Sumba Indonesia yang begitu mengagumkan, ditambah pencahayaan yang menambah kesan jika tempat tersebut begitu indah. Masuk ke dalam adegan demi adegan, saya dibuat terkesan oleh acting para pemain. Marsha Timothy yang begitu epik memerankan sosok pembunuh juga Egi Fedly yang memerankan sosok penjahat. Selingan sedikit, sejak kecil, saya paling males kalau nonton film atau sinetron yang salah satu artisnya Egi Fedly, kenapa? Karena, peran yang dia mainkan selalu antagonis dan itu terlihat nyata. Begitupun dengan acting Egi Fedly dalam film ini. Beliau begitu rapi saat memerankan tokoh seorang perampok yang bengis juga mesum. Semua terlihat sempurna dipadukan dengan acting Marsha sebagai wanita pembunuh.

Walaupun film ini terkesan sadis karena bertebarannya pembunuhan dan pemenggalan kepala, namun ada beberapa makna tersembunyi yang tidak bisa saya abaikan. Salah satunya adalah, saat memasuki jaman seperti ini, peran wanita telah sejajar dengan pria, tidak ada diskriminasi gender antara pria dan wanita. Selain itu, film ini pun memperlihatkan bagaimana perjuangan seorang wanita dalam melindungi dirinya dari marabahaya. Spoiler dikit ya, jadi ceritanya, selain di rampok, Marlina juga terancam di perkosa oleh tujuh orang pria termasuk Markus, ketika kawanan perampok itu datang dan meminta Marlina untuk menyajikan makanan, dengan rapi Marlina menyisipkan buah beracun pada sup ayam santapan mereka. Saat itu, Markus tengah tertidur di kamar, sehingga yang mati akibat memakan sup beracun itu hanya 4 orang kawannnya, dua orang lagi terpaksa harus kembali keesokan harinya karena mereka mendapat tugas untuk mengantarkan hewan hasil jarahan. Dan bagian terkerennya adalah saat empat perampok itu satu persatu jatuh ke lantai, dan Marlina, yang saat itu membelakangi para perampok tersenyum penuh makna saat didengarnya suara tubuh yang ambruk satu persatu. Disitulah saya mulai berpikir bahwa di film ini, menceritakan tentang seorang wanita yang harus menjaga dirinya dari sekumpulan pria yang memandangnya rendah karena dia seorang janda. Hal ini juga berkaitan dengan adat masyarakat Indonesia yang terkadang memandang sebelah mata seorang janda terutama untuk kawanan pria.

Selama 90 menit saya dibuat terkagum dengan alur cerita yang tidak mudah ditebak juga akhir yang sulit saya prediksi. Selain itu juga, mata saya dimajakan dengan pemandangan Sumba yang begitu indah dan epic. Saya hampir tidak menemukan kekurangan apapun dalam film ini karena saya begitu menikmati adegan demi adegan yang disguhkan dari awal sampai akhir. Film ini juga cocok dibahas dengan menggunakan kajian Feminisme (menurut saya sih film ini masuk kriteria untuk diulik menggunakan pendangan Feminis). Dan akhir kata, saya sangat puas untuk film ini, film Indonesia yang berani keluar dari “zona nyaman” dan berani membuat tebusan genre baru. Buat semua pembaca yang belum menonton Marlina, segera datang ke bioskop dan saksikan bagaimana perjuangan Marlina dalam mencari keadilan, sebelum film ini hilang hehe. So, thanks sudah menyempatkan diri untuk mengunjungi blog saya dan sudi membaca review abal-abal saya tentang film yang saya tonton J

NB: jangan lupa buat dengerin soundtracknya ya, lagu berjudul "Lazuardi" karya Cholil Mahmud

Jumat, 17 November 2017

A Song For Alexa by Cynthia Isabella


Judul                            : A Song For Alexa
Penulis                          : Cynthia Isabella
Penerbit                        : Gramedia Pustaka Utama
ISBN                           : 978-602-03-0699-5
273 hlm
Rate     3,5/5

Sinopsis:
Sudah sejak SMP Alexa naksir Daniel, tapi selama itu pula dia tidak berani bergerak lebih jauh. Jadi, selama ini dia sibuk menerka-nerka bagaimana sebenarnya perasaan cowok itu terhadapnya. Karena ditawari bantuan, Alexa pun memercayakan rahasianya kepada Vivi, teman sekelas Daniel yang kebetulan akrab dengan cowok itu.

Sementara itu, Alexa yang perasaannya terlanjur melayang karena mengira Daniel sering diam-diam mengamatinya, dikejutkan kabar bahwa cowok itu malah jadian dengan… Vivi! Alexa pun menenggelamkan diri dalam tugas kepanitiaan acara sekolah dan lebih banyak “sembunyi” di ruang lukis. Di sana, diam-diam ada yang selalu menghiburnya dengan alunan piano, membantunya menghadapi masa-masa sulit. Dan ketika akhirnya suatu kejadian tak terduga membuatnya memahami perasaan orang-orang di sekitarnya, Alexa pun menentukan pilihan.

Novel ini menceritakan tentang seorang cewek bernama Alexa, yang sudah sejak lama naksir teman semasa SMPnya bernama Daniel. Namun sayangnya, orang yang disukai Alexa telah menyukai teman sekelasnya bernama Vivi yang sebelumnya menawarkan bantuan pada Alexa untuk menjadi mak comblang antara Daniel dan Alexa. Alexa patah hati saat menerima kenyataan jika pada akhirnya Daniel dan Vivi berpacaran. Alexa merasa hancur, hatinya sakit, terlebih saat satu kenyataan terungkap jika orang-orang melihat Alexa dipihak yang jahat karena telah menjadi penghalang bagi cinta Daniel dan Vivi.

Kejadian itu membuat Alexa malas  untuk bertemu orang-orang terlebih jika harus bertemu dengan Daniel dan Vivi. Setiap waktu istirahat digunakan Alexa untuk menyendiri dan membuat lukisan untuk acara porseni. Tentu saja hal itu tidak dilakukan Alexa seorang diri. Dirinya ditemani oleh Kei, salah satu seniornya yang juga selalu menghabiskan waktu disana untuk bermain piano. Lambat laun, Alexa mengetahui tentang satu rahasia yang ada pada diri Kei, dan semakin hari, dirinya semakin akrab dan menghabiskan waktu bersama. Sehingga, perlahan, benih-benih cinta mulai tumbuh dalam diri Alexa untuk Kei.


Novel ini sangat cocok dibaca di waktu senggang. Penggambaran karakternya kuat dan mampu membuat saya emosi saat membaca cerita demi cerita. Secara garis besar, novel ini mempunyai konflik yang sangat sederhana dan pasti dialami oleh hampir semua anak remaja. Namun, yang menjadi perhatian saya adalah dampak yang ditimbulkan yang selanjutnya menjadi konflik yang jarang teralami oleh remaja kebanyakan.

Selain itu, penggambaran karakter yang  dihadirkan setiap tokohnya begitu kuat dan mempu menghidupkan cerita serta mampu membuat emosi saya teraduk-aduk. Karakter Kei yang dingin dan terkesan kaku, membuat saya membayangkan jika sosok Kei adalah sosok cowok yang menjadi idaman para cewek, sehingga orang yang membaca karakter Kei akan berkesimpulan jika cowok itu adalah cowok yang cool. Selain tokoh Kei, hadir juga tokoh Alexa yang mempu menghidupkan cerita. Sikapnya yang dibuat periang juga aktif, sangat kontras dan cocok saat disandingkan dengan Kei, walaupun karakter mereka bertolak belakang. Dan yang paling menjadi perhatian saya adalah tokoh Vivi. Tokoh Vivi dibuat protagonis pada awal cerita, namun berubah menjadi antagonis di bagian tengah sampai akhir cerita. Disana, terungkap jika Vivi lah dalang dari semua kekacauan di hidup Alexa. Dan karakter Vivi mampu membuat emosi saya tercabik atas semua sikap jahat dan pengkhianatan yang dilakukan pada Alexa.

Layaknya sebuah kehidupan, tentu saja novel ini mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya:
1)      Konflik yang terlalu sederhana. Menurut saya, konflik yang dihadirkan dalam cerita ini sangat amat sederhana. Sejak awal setelah Daniel berpacaran dengan Vivi, dan sejak Daniel menonton pertunjukan bass Alexa, juga ketika berbagai kekacauan yang hadir dalam hidup Alexa, membuat saya langsung bisa menebak jika Vivi-lah dalang dibalik semua ini. Entah penulis sengaja ingin membuat konflik yang sangat sederhana atau tidak, karena kekurangan ini bisa ditutupi dengan teknik penceritaan yang sukses membuat saya menerka-nerka bagaimana Vivi mampu melakukan hal-hal kejam pada Alexa.
2)      Apa yang Vivi perbuat pada Alexa terlalu kejam dan lebay untuk ukuran anak sekolah. Diakhir cerita, diceritakan jika Vivi sangat marah pada Alexa dan hendak memutuskan nadinya di depan Alexa, agar Alexa mendapat tuduhan atas segala hal yang terjadi. Namun untungnya, hal itu keburu diketahui Kei yang pada akhirnya, Kei memukul Vivi dengan tas nya hingga Vivi terjatuh. Untuk ukuran anak sekolah, hal ini terlalu lebay dan terkesan psikopat haha.
3)      Sikap Daniel yang terasa janggal saat mengetahui semua yang terjadi antara Vivid an Alexa. Jadi, selama ini, Vivi terus  menerus menyebarkan berita bohong yang menyudutkan Alexa, membuat berita untuk menjelakkan nama Alexa dimata teman-teman satu sekolahnya. Lalu, saat Vivi hampir bunuh diri di depan Alexa, Daniel datang dan mengungkapkan pada mereka yang ada disitu, jika Daniel percaya pada Alexa, jika Alexa tidak mungkin melakukan hal seperti yang dibicarakan oleh orang lain. Hal ini sedikit terasa janggal karena, jika memang Daniel tau semuanya, kenapa dia tidak membbicarakan hal ini sejak awal? *oke, kalau ini murni pendapat pribadi karena ga rela Alexa kesiksa terus karena ulah Vivi hahaha
Secara keseluruhan, kekurangan yang saya dapat dari novel hanya dua point, karena point ketiga itu merupakan ciri khas dan gaya penulis dalam mengembangkan cerita mereka. Intinya, alur cerita dan konflik yang dihadirkan pada novel A Song For Alexa sangat sederhana namun berkesan, apalagi ketika adegan dimana Alexa sedang bersembunyi diruang lukis dan di ruang sebelahnya ada Kei -yang mana ruangan itu adalah ruang musik- sedang memainkan sebuah alunan piano. Bagian paling romantis juga ketika Kei memainkan lagu berjudul Smile milik Charlie Chaplin dan membuat Alexa terenyuh.

Finally, menurut saya novel ini recommended banget untuk dibaca di waktu senggang, apalagi di tengah cuaca dingin seperti sekarang ditemani secangkir coklat hangat dalam mug ukuran besar. Selamat membaca dan hanyut dalam cerita yang dihadirkan oleh Cynthia Isabella J

"Simple Thing Called Love" by Anna Triana

Judul          : Simple Thing Called Love Penulis       : Anna Triana Penerbit      : Elex Media Komputindo ISBN          : 978 - 602 - 0...