Judul : Marlina: Si Pembunuh Dalam Empat Babak
Sutradara : Mouly Surya
Produser : Rama Adi, Fauzan Zidni
Pemeran : Marsha Timothy, Dea Panendra, Yoga Pratama, Egi Fedly
Durasi : 90 menit
Rate : 4/5
Sinopsis
Suatu hari di sebuah padang
sabana Sumba, Indonesia, sekawanan tujuh perampok mendatangi rumah seorang
janda bernama Marlina (Marsha Timothy). Mereka mengancam nyawa, harta, juga
kehormatan Marlina dihadapan suaminya yang sudah berbentuk mumi, duduk di pojok
ruangan.
Keesokan harinya dalam sebuah
perjalanan demi mencari keadilan dan penebusan, Marlina membawa kepala dari bos
perampok, Markus (Egi Fedly), yang ia penggal tadi malam. Marlina kemudian
bertemu Novi (Dea Panendra) yang menunggu kelahiran bayinya dan Franz (Yoga
Pratama) yang menginginkan kepala Markus kembali. Selain itu, Markus yang tak
berkepala juga berjalan menguntit Marlina.
Marlina: Si Pembunuh Dalam Empat
Babak atau juga dikenal dengan judul Marlina
The Murderer in Four Acts ini sukses membuat saya penasaran sejak awal
dipromosikan. Alur cerita, para pemain juga soundtrack dari film ini yang
membuat saya bertekad untuk tidak menunda-nunda menonton film ini. Sejak awal
adegan, saya sudah dibuat terkesan oleh pemandangan sabana di daerah Sumba
Indonesia yang begitu mengagumkan, ditambah pencahayaan yang menambah kesan
jika tempat tersebut begitu indah. Masuk ke dalam adegan demi adegan, saya
dibuat terkesan oleh acting para pemain. Marsha Timothy yang begitu epik memerankan
sosok pembunuh juga Egi Fedly yang memerankan sosok penjahat. Selingan sedikit,
sejak kecil, saya paling males kalau nonton film atau sinetron yang salah satu
artisnya Egi Fedly, kenapa? Karena, peran yang dia mainkan selalu antagonis dan
itu terlihat nyata. Begitupun dengan acting Egi Fedly dalam film ini. Beliau begitu
rapi saat memerankan tokoh seorang perampok yang bengis juga mesum. Semua terlihat
sempurna dipadukan dengan acting Marsha sebagai wanita pembunuh.
Walaupun film ini terkesan sadis
karena bertebarannya pembunuhan dan pemenggalan kepala, namun ada beberapa
makna tersembunyi yang tidak bisa saya abaikan. Salah satunya adalah, saat
memasuki jaman seperti ini, peran wanita telah sejajar dengan pria, tidak ada
diskriminasi gender antara pria dan wanita. Selain itu, film ini pun
memperlihatkan bagaimana perjuangan seorang wanita dalam melindungi dirinya
dari marabahaya. Spoiler dikit ya, jadi ceritanya, selain di rampok, Marlina
juga terancam di perkosa oleh tujuh orang pria termasuk Markus, ketika kawanan
perampok itu datang dan meminta Marlina untuk menyajikan makanan, dengan rapi
Marlina menyisipkan buah beracun pada sup ayam santapan mereka. Saat itu,
Markus tengah tertidur di kamar, sehingga yang mati akibat memakan sup beracun
itu hanya 4 orang kawannnya, dua orang lagi terpaksa harus kembali keesokan
harinya karena mereka mendapat tugas untuk mengantarkan hewan hasil jarahan. Dan
bagian terkerennya adalah saat empat perampok itu satu persatu jatuh ke lantai,
dan Marlina, yang saat itu membelakangi para perampok tersenyum penuh makna
saat didengarnya suara tubuh yang ambruk satu persatu. Disitulah saya mulai
berpikir bahwa di film ini, menceritakan tentang seorang wanita yang harus
menjaga dirinya dari sekumpulan pria yang memandangnya rendah karena dia
seorang janda. Hal ini juga berkaitan dengan adat masyarakat Indonesia yang
terkadang memandang sebelah mata seorang janda terutama untuk kawanan pria.
Selama 90 menit saya dibuat
terkagum dengan alur cerita yang tidak mudah ditebak juga akhir yang sulit saya
prediksi. Selain itu juga, mata saya dimajakan dengan pemandangan Sumba yang
begitu indah dan epic. Saya hampir tidak menemukan kekurangan apapun dalam film
ini karena saya begitu menikmati adegan demi adegan yang disguhkan dari awal
sampai akhir. Film ini juga cocok dibahas dengan menggunakan kajian Feminisme
(menurut saya sih film ini masuk kriteria untuk diulik menggunakan pendangan
Feminis). Dan akhir kata, saya sangat puas untuk film ini, film Indonesia yang
berani keluar dari “zona nyaman” dan berani membuat tebusan genre baru. Buat semua
pembaca yang belum menonton Marlina, segera datang ke bioskop dan saksikan
bagaimana perjuangan Marlina dalam mencari keadilan, sebelum film ini hilang
hehe. So, thanks sudah menyempatkan diri untuk mengunjungi blog saya dan sudi
membaca review abal-abal saya tentang film yang saya tonton J
NB: jangan lupa buat dengerin soundtracknya ya, lagu berjudul "Lazuardi" karya Cholil Mahmud