Judul :
Look At Me, Please
Penulis :
Sofi Meloni
Penerbit :
Elex Media Komputindo
ISBN :
987 – 602 – 02 – 8629 – 7
295 hlm
Rate 4/5
Sinopsis :
Mencintai berarti merelakan orang yang kita cintai
bahagia bersama orang lain?
OMONG KOSONG!
Cinta itu tidak melulu soal merelakan, namun juga
soal perjuangan.
Bodoh namanya jika aku merelakan kamu –yang
jelas-jelas pernah mencintaiku- demi wanita yang diam-diam sudah menusukku dari
belakang.
Delapan tahun aku hidup dalam sebuah kebohongan
yang mengatasnamakan persahabatan.
Aku bukan malaikat.
Aku juga bukan orang suci yang bisa pasrah dan
menerima begitu saja apa yang telah terjadi sebelumnya.
Kini tiba saatnya untuk aku memperjuangkan kembali
kelanjutan cerita di antara kita.
Kamu harus sadar bahwa aku juga ada di sini
menunggumu sadar, bahwa ada akhir bahagia untuk cerita kita.
We can
have our happy ending, so look at me, please.
-Laras-
Look At Me, Please adalah
novel ketiga dari Sofi Meloni (atau yang sering kita sapa rainhujan) yang mengusung tema romance
dewasa. Sebelumnya, Sofi sempat menulis novel Stay With me Tonight yang juga mengusung tema romance dewasa dan Peek A
Boo, Love yang mengusung tema romance
chicklit.
Pada novel ketiganya, Sofi seperti
ingin kembali bermain dengan imajinasi-imajinasi liarnya setelah Stay With Me, Tonight sukses menjadi
debut awalnya dalam dunia tulis-menulis. Namun, berbeda dengan novel-novel
sebelumnya, saya rasa novel ketiga ini lebih menarik dan rapi. Seperti penyempurnaan
dari novel-novel Sofi Meloni yang lain, Look
At Me, Please sangat minim kesalahan. Penulis berhasil menunjukan
kemampuannya dalam menutupi kesalahan yang ada pada novel-novel sebelumnya.
Berbicara mengenai tema, penulis masih
mengambil tema yang sangat biasa dan sering dipakai oleh penulis lain, yakni
persahabatan dan cinta. Diceritakan seorang perempuan bernama Laras yang
menyukai teman semasa SMAnya bernama Gerry -yang juga pernah mencintai Laras-.
Namun sayangnya takdir tidak menghendaki keduanya untuk bersama. Gerry telah
memiliki kekasih yang bernama Lily, yang tak lain adalah sahabat Laras.
Laras yang merasa jika cinta harus
diperjuangkan, dengan teguhnya terus mengejar Gerry dan beranggapan jika
semuanya bisa dirubah kembali. Namun sayangnya Laras hanya terlibat dengan
janji palsu semata yang tidak pernah Gerry wujudkan.
Hal menarik bagi saya ketika selesai membaca novel ini
adalah, penulis berhasil membuat cerita yang seharusnya sangat biasa menjadi
luar biasa. Dia bisa mengemas cerita yang biasa menjadi cerita yang hidup yang
bisa memainkan emosi pembaca. Jika biasanya tokoh utama tersiksa dan merana
karena diselingkuhi, pada novel ini keadaan dibalik menjadi tokoh utama yang
merana karena dia pelaku perselingkuhan atas pacar temannya.
Awalnya, saya kira, Laras adalah orang yang terkhianati
oleh Lily karena Gerry berselingkuh dengan sahabatnya. Namun ternyata prediksi
saya salah. Yang terjadi adalah sebaliknya. Dalam hal ini, penulis berani
membalikkan keadaan, dimana tokoh utama wanita –Laras- dibuat menjadi tokoh
yang antagonis sekaligus protagonis. Dalam artian, Laras lah yang menjadi
pengkhianat dan berselingkuh dengan pacar sahabatnya sendiri, walau pada
akhirnya kita tau kasusnya seperti apa. Tidak ada hal yang dilakukan tanpa
alasan, begitupun dengan apa yang dilakukan sang tokoh utama. Dia memiliki
alasan tersendiri sehingga menjadi jahat dan berani mengkhianati sahabatnya. Jadi,
yang terjadi disini adalah, tokoh utama sebenarnya begitu tersiksa, hanya saja
penulis membubuhkan sifat tangguh pada tokoh utama sehingga apa yang teradi
kepadanya, bisa dia perjuangkan dan dengan berani dia melawan ketiadakadilan.
Karakter yang dihadirkan dalam setiap tokohnya begitu
kuat, sehingga jalan cerita ini begitu hidup dan dinikmati oleh pembaca.
Penulis berhasil membangun emosi pembaca. Saya sempat dibuat kesal oleh tokoh
utama wanita, pasalnya dia adalah tokoh utama wanita yang kelewat polos dan
terbutakan oleh cinta. Berkali-kali dia dibohongi oleh Gerry dan dibuat kesal,
namun wanita itu masih saja berbaik hati padanya, walau dia bertekad untuk membocorkan hubungannya
pada Lily dan mengatakan jika Gerry miliknya, perlakuan Gerry membuat kesal karena terkesan
memanfaatkan Laras. Dengan polosnya Laras masih menganggap jika Gerry masih menyukainya
seperti dulu. Selain itu, karakter tokoh laki-lakinya pun sempat membuat saya
kesal. Gerry, dibuat tidak tidak pernah peka dan menyebalkan. Begitu plin-plan, tidak ingin
meninggalkan Lily namun juga tidak ingin ditinggalkan Laras.
Dan sekali lagi saya harus memuji sang penulis yang
pintar bermain karakter. Tokoh utama dibuat seperti antagonis padahal tokoh
antagonis nya ada pada tokoh lain. Gerry yang terlihat seperti protagonis
ternyata tidak sebaik yang dikira, juga Remy, teman kantor Laras yang terkesan
antagonis namun kenyataannya tidak. Dalam hal lain, penulis menghadirkan tokoh
utama yang berbeda dari kebanyakan tokoh lainnya. Dia menyisipkan sosok angguh
dalam tokoh utama, sehingga tokoh utama terkesan tidak mudah untuk disakiti dan
dikalahkan.
Walaupun konflik yang dihadirkan cukup pelik, namun
penulis mampu mengemaskan dengan rapi sehingga novel ini terkesan tidak terlalu
berat tapi juga tidak terlalu ringan. Pemilihan diksi yang dihadirkanpun
membuat novel ini menjadi tidak terlalu berat, namun cukup menguras batin sang
tokoh.
Akhir kata, novel ini cocok dibaca ketika santai namun
tidak disarankan dibaca oleh anak dibawa usia 17 tahun. Novel ini bergenre
dewasa dan ada beberapa adegan dewasa yang ditulis secara implisit. Secara
keseluruhan saya harus mengakui jika novel ini hampir mendekati kata sempurna dan
tidak ditemukannya kesalahan atau kekurangan. Ditinjau dari semua aspek, novel
ini terasa pas, tidak kurang tidak juga lebih, baik dari segi cerita, konflik,
karakter tokoh dan alur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar