/1990/
Aku
mengambil sebuah benda berukuran 25cm x 17 cm. Ku buka setiap lembarnya,
mengeja aksara demi aksara hingga membentuk satu kata yang bermakna. Satu kata,
satu kalimat sampai satu paragrap ku cermati. Setiap lembarnya benar-benar
mengalir berjuta makna dalam ratusan juta aksara. Di akhir pekan, sangat
berguna untuk membangun topik obrolan yang menarik dengannya. Tak jarang dia
tersenyum saat kuceritakan hal-hal menarik yang aku temui dalam benda tersebut.
Ah aku menyukai ini, aku menyukai senyumnya, aku menyukai matanya yang bulat
saat mendengar semua ceritaku.
“Aku
akan kerumah, mengembalikan buku yang kupinjam, tepat pukul 7. Sampai jumpa
nanti.” Dan selanjutnya, benda itu menjadi sebuah alasan untuk kami bertemu.
/2017/
Aku
mengambil sebuah benda berukuran 17 cm x 7 cm. Ku tekan setiap icon, ku buka
kotak-kotak kecil itu satu persatu. Tak jarang aku mengerakkan jari hingga
terciptalah satu kata yang dibangun oleh beberapa aksara. Walau sederhana,
namun mampu membuat kami tersenyum.
“Hai.”
Dan semudah itu kami membangun topik dan merencanakan pertemuan.
***
Di
malam minggu, saat kami bertemu, tidak banyak yang kami ceritakan.
Masing-masing hanya tertunduk memainkan benda pipih tipis dengan berbagai
informasi dan hiburan. Dia tertawa, tapi bukan karenaku. Matanya tersenyum
melihat hal-hal konyol yang disuguhkan
benda tersebut. Dan keadaan ini berakhir saat terdengar bunyi nyaring dari
benda tersebut. Dia menatapku, membuat jantungku berdebar dua kali lebih cepat.
Akhirnya, setelah beberapa jam kami tidak saling bicara, kini kami akan
mengalami kencan yang sewajarnya. Dan benar saja, dia tersenyum kemudian
menarik tanganku, sampai aku berdiri.
“Ayo
pulang, baterai ponselku habis.” Dan semudah itu dia kembali membuatku kecewa.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar